Kebahagiaan yang Kian Memudar

 


 


Kehidupan yang begitu banyak kenangan manis itu merupakan masa lalu. Masa lalu yang indah yang memberikan banyak makna didalamnya. Teman, masa kecil yang menghadirkan kerinduan didalamnya, dengan mereka semua begitu indah, dengan mereka kesenangan itu dapat diraih dengan cepatnya.

Solidaritas, mungkin sapaan untuk kami kala itu. Mengukir waktu bersama, merasakan masa indah suka dan duka bersama tanpa ada batasnya waktu. Sore hari, merupakan rutinitas kami untuk bermain bersua dalam kegembiraan yang ada. Oh iya mengenai sebuah nama kami yang takkan terlupa, kami pernah menuliskannya di dinding yang katanya tidak akan digempur oleh masa dan akan tetap kokoh berdiri dengan nama kami yang bertengger pada tulisan di dinding itu. Nama kami tertulis dengan sapaan bahkan nama lengkap dari masing masing.

“Bentar lagi kita SMP yaa” Ucap Rio

“Iya, semestinya kita buat suatu hal yang engga bakal terlupa, kira kira apa yaa?” Ucap

Prasetya, atau sering disapa dengan panggilan satya atau gendut

“Yeee, roti yang kamu bikin aja udah cukup jadi kenangan ndut, roti bantet, keras kayak

Batu yang bisa buat ngelempar batu kan itu udah cukup dari kenangan indah

Hahhahhaah!” ucap Nugroho yang sering sekali bercanda dengan remehannya itu

“Lagian kita juga udah banyak kenangan indah guysss!!! Contohnya sih kita sering

Main bareng, lagian main barengnya kita ini seru, kita juga sering makan bareng

Kemaren tuh waktu tahun baru jujur aja berkesan bangett masak bareng terus makan

Itu kan moment tahun baru kita, kita juga sering kan ngadain buka bersama setiap

Ramadhan apa itu kurang cukup jadi kenangan guys?” Ucap Silmi

“Lagian bener juga kata si silmi, kita nih udah banyak kenangan, ngelaluin sering

Bareng bareng, emh yaudah sii itu udah jadi suatu kenangan indahh bangett bagi aku”

Ucap Indah yang menguatkan kalimat si silmi

“Eh aku tahuuu gimana kalo kita nulis aja di tembok, nulis nama kita gimana setuju

Engga?” ucap Rio yang ingin sekali membuat kenangan agar tak terlupa

“Kalo aku siii engga mau ya nulis di tembok rumahku, lagian keliatan kotor lah” ucap

Silmi

“Aku juga!” ucap Nugraha, Setya dan juga Indah

“Makannya bentar dengerin dulu, gimana nulisnya di tembok kandang estetikku aja?

Nanti aku ijin sama ayahku tapi kayake boleh kok”

Sementara Rio yang meminta izin kepada Ayahnya, kami pun mencari bahannya untuk menulis. Tinta atau cat semacamnya membuat nama kami terpampang di tembok kandang Rio yang katanya estetik itu. Setelah menulis kami pun memandang nama kita dan silmi berkata “Semoga tak lekang oleh waktu yaa guys, semoga benar menjadi kenangan, dan ketika kita sukses nanti masih ada dan kita memandang nama ini seolah kita ingat satu sama lain, kalo kita pernah jadi temen aamiin”

            “Aamiin semoga aja bangunan kandang ini engga dibongkar yaa!” ucap si Setya

            “Kayake sih engga ndut, soalnya ayahku bilang nanti kalo dibongkar, hewan

            Kesayanganku kucing peliharaan aku tinggal dimana” Ucap Rio

            Nugraha pun tak kalah mau menjadi solid “Iyaa semogaa yaa”

Masa pun terus berjalan, tak disangka memang benar kami menginjak masa pendidikan selanjutnya. Pertemuan terakhir kami pun diakhiri di masa Sekolah Dasar. Semoga itu bukan yang terakhir sebelum teman teman merantau ke daerah untuk menimba ilmu masa depan. Akan tetapi sebelum itu kami sempat berkumpul, membicarakan mengenai Nilai kami untuk jenjang selanjutnya atau sering kami sebut dengan NEM.

            Eh yoo do kumpu neng ngomahe riol” ucap Nugraha melalui SMS

Tiba di rumah Rio ternyata, Rio sedang menyiapkan makanan untuk syukuran.

            “Ya Ampuuun ini makanan banyak bangett buat ngapain sihh rio”? Ucap Silmi yang

            Langsung mendatangi rumah Rio, karena memang Rumah Rio dan Silmi berdekatan

            “Loh memang si Nugraha ngirim pesan pada engga tau?” ucap Rio

            “Engga si Nugraha Cuma ngirim suruh ke rumahmu aja tadi nih cooba liat SMS nya”

            Ucap Silmi sambil menyodorkan Hp nya

            “Yaudah nanti kita sambil makan aku cerita aja” ucap Rio

            “Rioooooo, Riooo, Riooo” Panggil Setya, Indah dan juga Nugraha

            “Eh sini sini akhirnya kalian datang juga” Ucap Rio menyambut mereka

Pertanyan pertanyaan pun diajukan mengapa Rio menyajikan makanan sebanyak ini, tapi berbeda dengan Satya langsung menyantap suguhan Rio itu dengan lahapnya, yang kami takutkan itu memang menjadi pertemuan terakhir dan benar adanya mereka akan merantau, terasa sedih memang, tapi apalah daya semua memiliki cita cita masing masing.

            “Guyysss, Rio mau ngomong nih, cepetan Rio!” Ucap Silmi dengan paksa

            “Tapi bentar biar pada dengerin makannya jeda dulu, Satyaaaa, kamu daritadi makann

            Terus”! Ucap Silmi dengan suara kerasnya

            “Iya iya nih aku berhenti makan” ucap satya yang tak ingin kalah

            “Jadi gini temen temen, sebenernya kenapa aku nyuruh kalian kumpul di rumahku

            Sekarang, dan aku engga nyuruh langsung tapi aku minta tolong Nugraha, ada suatu hal

            Yang buat aku engga sanggup ngirim ke kalian, makannya aku minta tolong si

            Nughara!”

            “Ihhh cepetan Rioo kenapaaa!” Ucap Indah dengan Penasaran

            “Iya e jarang jarang kamu kayak gini Rio” Ucap Satya

            “Hihhh bentarr kalian tuh Rio mau ngomong aja dijeda gimana mau ngejelasinnya”           Ucap Nugraha yang paling tenang

            “Iya betul jugaa kata Nugraha, cuss Rio dilanjutt ceritanya!” Ucap Silmi

            “Jadi temen temen akuu besokk udah engga sekolah di disini lagi” Ucap Rio yang

            Mulai menyembunyikkan tangisnya

            “Aku bakal tinggal di rumah Eyang aku yang ada di Kota sampai aku SMA, soalnya         aku juga disuruh nemenin Eyang aku disana, tante akuu mau ikut suaminya kerja di luar

            Kota, tapi aku juga bakal pulang ke sini kok temen temen satu bulan sekali” tambah Rio dengan air matanya yang mulai keluar

Sontak, ketika kata itu keluar kami hanya bisa menangis dengan sedu, tersedu dalam lantunan kisah kasih bersama, segala kenangan manis, bahkan mereka yang dianggap menjadi keluarga pun juga akan meninggalkan satu sama lainnya. Kepergian Rio menemani Eyangnya di Kota dan menuntut ilmu itu tak menyurutkan solidaritas kita, meskipun Silmi juga meninggalkan tanah kelahiran, Silmi hanya bisa pulang satu semester sekali dengan waktu yang telah ditentukan, karena silmi ternyata mendaftarkan diri pada sekolah berbasis Pondok Pesantren. Sementara Satya, Nugraha, Indah diterima di sekolah yang sama. Masa masa itu kami masih dengan solidaritas yang tinggi, setiap Silmi pulang satu semester sekali, Rio juga pulang dan kami pun berkumpul bersama, 3 kali masa Ramadhan yang kita lalui dengan buka bersama yang selalu disempatkan, bercerita dan bersua.

Memang masa terasa cepat sekali, Hingga kami pun lulus dari Masa Pendidikan Pertama atau SMP/MTs, disusul dengan pertemuan kami seperti kala itu membicarakan mengenai kemana langkah selanjutnya dari sebuah cita cita. Kami berkumpul sambil menunggu waktu tiba, karena kami lebih senang berkumpul ada manfaatnya, ditambah Silmi yang hanya berpulang satu semester sekali membuat kami jarang berkumpul kembali.

            “Silmi, Silmi, Silmi” panggil Rio dan Satya bersamaan

            “Silmii itu kamuu dipanggil tuh sama temen temen kamu!” ucap Umi yang sedang

            Memasak

            “Iya Bentarrr” sahut Silmi

            “Kamuu bareng Indah kan ke tempat makannya?” ucap Rio

            “Iyaa, Kita Kumpul dulu kan berangkat bareng kan?” ucap Silmi pada

            Rio dan Satya

            “Iyaaaa” sahut Rio dan Satya bersamaan

Ketika kami berkumpul dan menuju tempat untuk berkumpul, kami bercerita banyak hal, kemana akan melanjutkan. Rio yang menetap di Kota sampai lulus SMA, Silmi yang juga menuntut Ilmu di Pondok Pesantren, Satya yang akan ikut dengan Ibunya di Luar Kota sekaligus sekolah, Indah dengan kesibukan sekolah dan bekerja. Tapi ada yang membuat kami sedih kala itu, Nugraha yang mendapatkan NEM kecil sulit untuk mencari sekolah selanjutnya, dan akhirnya Nugraha juga sekolah di Pondok Pesantren. Pertemuan itu mungkin pertemuan akhir sebelum kami menginjak usia dewasa.

Lambat Laun semua Pergi meninggalkan kenangan, untung kami masih memiliki tulisan pada tembok kandang Rio yang katanya estetik itu. Dibongkar menjadi bangunan baru dan tembok itu runtuh. Sudahlah ternyata benar kenangan itu tak permanen adanya, tembok itu runtuh dan kenangan itu hilang begitu saja.

Pagi butaa mennyisakkan sebuah pengalaman yang takkan terlupa. Pengumuman mengenai jalur perkuliahan dari berbagai jalan pun diterima oleh kami, tak apa berbeda, dan memang berbeda adanya masanya.

Solidaritas itu mulai memudar, dan kebahagiaan kala itu kian hilang, Sibuk menjalani kehidupan masing masing. Rio yang diterima di Universitas Negeri ternama di Kota, Satya yang melanjutkan sekolah masaknya dan bahkan saat ini Satya sudah bekerja di Hotel menjadi Koki dan membuat Roti beraneka ragam yang menggiurkan, Nugraha dan Silmi yang diterima di Universitas Swasta di Kota, Indah yang lebih memilih untuk bekerja demi menghidupi keluarganya.

            “Ternyata begini, menjadi seorang dewasa, kemana mana sendiri dan mandiri dalam

            Mengambil sebuah keputusan yang ada” Curhat Silmi pada kakak perempuannya mbak

            Nikmah namanya

            “Memang begitu sil bahkan ketika kamu dulu pertemananmu begitu luas, kamu     punya teman banyak semua itu akan hilang satu persatu, mereka punya tujuan masing

            Masing dalam kehidupan mereka, dan juga lingkup pertemananmu akan semakin

            Mengecil” Ucap Mba Nikmah dengan kalimat yang selalu membuat Silmi tenang

            “Oh gitu yaa mba, dulu ustadzahku juga bilang gitu, rasanya aku belum siap mba” Ucap   Silmi pada mba Nikmah

            “Siap belum siap kamu harus siap Sil, karena kita hidup di dunia pasti akan mengalami     fase itu” Ucap Mba Nikmah

            “Doain ya mba, biar Silmi tuh engga jadi orang yang manja, jadi orang mandiri, Silmi      inikan udah mau dewasa” Ucap Silmi

            “Yee kamu aja masii sering emosian, belum tuh dikata dewasa, orang dewasa tuh ya sil    dia yang bisa mengendalikan amarahnya, dia yang bisa mengambil sebuah keputusan      apapun yang terjadi pada dirinya” Ucap Mba Nikmah

            “Oke oke aku buktiin yaa mba oke bakal aku buktiin ke mba nikmah kalo aku nih udah             dewasa”Ucap Silmi yang tak kalah ingin membuktikan kepada Mba Nikmah.

Memang solidaritas, kebahagiaan itu kian memudar tapi kenangan itu akan tetap Silmi ingat menjadi sebuah kenangan indah yang takkan terlupakan. Menjalani kehidupan masing masing, dengan tujuan cita cita masing masing pula. Dewasa karena keadaan dan mulai terbiasa dengan keadaan itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertumbuh

Tempat berharap itu akan selalu ada

Buku pinjaman