Tenggang hati setelah Lara
Mempunyai teman dan lingkungan yang baik merupakan cita dari setiap langkah yang berisikan ujian. Ujian bisa dilalui memang, manakala mempunyai teman dan lingkungan yang mendukung untuk melalui. Bahkan ketika ada rasa sedih membutuhkan dukungan lingkungan baik selalu menghampiri untuk memberi. Masa menjdai pengurus di madrsah Aliyah untuk pertama kali. Menjadi ketua bagian, yang menurutku banyak kurangnya dalam melalui. Awal menjadi, rasanya mungkin sempat depresi dan nangis berkali-kali. Jujur saja untuk melangkah mengemban amanah banyak hal yang sulit untuk terlalui. Hari demi hari, aku semakin percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkan makhluk-Nya sedikitpun itu. Malam hari tidak lupa aku selalu membuat jurnal untuk jhari-hari, mungkin di saat itu aku tidak mau manakala waktu ini terbuang begitu saja dengan kutipan merugi. Dari pagi list yang kutulis, mengenai sholat tahajud dan mengadu dengan tangisan sendu pada-Nya. Aku yakin sekali bahwa Dia yang memiliki alam raya tidak pernah meninggalkan makhluk-Nya. Dengan ketetpan hati kumeminta, agar dikuatkan pundak ini mengemban amanah organisasi satu periode kedepannya.
Di Pondok Pesantren,
pengurus atau mudabbiroh menjadi tangan kanan asatidzah untuk memajukan pondok
pesqantren. Banyak hal yang harus rinci. Mulai menulis tentang program kerja
selama menjadi pengurus, RAB dsb. Terasa melelahkan. Tapi entah mengapa semua
menjadi awal yang berat. Orang yang satu tim denganku semua merupakan orang
terdekatku. Mungkin di waktu itu aku membawa rasa sehingga untuk
mengingatkannya pun sulit dan berujung pada hati yang sebal akan kelakuan teman
temanku. Aku ingat sekali yang memberi simpati padaku hanyalah mereka teman
yang berasal dari Takhasus. MasyaAllah, betapa senangnya memiliki teman seperti
mereka yang sulit sekali sifatnya sulit dijabarkan. Cara berpikir yang lebih
dewasa, terkadang membuat kami lebih membuka mata akan sebuah tujuan dan jalan.
Ketika rasanya tidak kuat lagi, kala menjalani hari sebgai pengurus sendiri di
bagian ada mereka yang selalu siap untuk diri ini yang banyak mengeluhnya.
Teman dari segala jalan
ujian kala santri, hanya mereka yang memahami, simpati mereka terhadapku tidak
berhenti disaat aku mennagis lalu mereka ada setiap rasa. Akan tetapi, ketika
aku benar tidak tau akan meniti perjalanan yang mana terlebih dahulu. Covid
melanda, ingat sekali tahun 2019 sekolah diliburkan. Karena aku menempuh
pendidikan di pondok pesabtren, akhirnya dipulangkan. Beberapa bulan yang
sangat membosankan, hanya di rumah, tidak boleh kemana mana, hanya di rumah
saja, hanya keluar dengan memakai masker dan protocol kesehatan yang sangat
ketat. Membosankan bukan? 2 tahun seperti terkurung dalam rumah tapi satu
keluarga. Ternyata semua yang telah ditakdirkan menuai banyak hikmah yang
tersimpan. Tak terhingga. Setelah perpulangan kami masih menjadi pengurus. Entah
waktu itu ada rasa takut untuk menjadi, bertemu teman yang membuat diri ini
semakin merasakan sendu dan lara. Tidak lupa. Ibu yang selalu mengingatkan
untuk menjadi pengurus, bekal apa yang harus dibawa. Kata ibu yang tak pernah
terlupa itu, menjadikan diri ini lebih tergugah pada amanah yang semestinya. Ternyata
dengan dir ini yang semangat rasa simpati, kepedulian mereka tergugah, Program
kerja yang tertulis banyaknya tak terasa terlalui begitu saja. Menyisakkan kenangan
manis didalamnya, yang selalu teringat kapanpun diri ini berada. Pernah berjuang
bersama mereka hingga titik panggung wisuda pendidikan 6 tahun.
Komentar