Meragu Yang Sama


Di umur sekarang ini, tepatnya umur 21 tahun, banyak hal yang sudah terlewati terlebih pada bagaimana langkah ini tetap melaju meski tertatih

Belajar dari pendewasaan, umur yang terkadang labil, dipenuhi ambisi dan asmara

Asmara yang berkepanjangan ternyata membuat diri ini sering menjadi manusia yang tidak fokus dan tentunya tidak menemukan sebuah ketenangan dari berdoa dan beribadah kepada-Nya. Meanwhile, padahal masih butuh pertolongan-Nya, tapi menduakan-Nya dengan harapan manusia yang sama sama lemah, dan saling bergantung. Lalu jika sudah begitu, lupa pada Dzat yang memberi harapan, kekuatan, pembolak balik hati dan yang memiliki segala-Nya. Aku sering menafsirkannya pada, “atau Dia cemburu denganku saat ini?“

I found my way, setelah sekian lama hal yang tadinya dinormalisasi padahal tidak diperbolehkan dalam syariat terus menjadi, seringnya diri ini kembali. Kembali merutuki, apa yang sudag terjadi kok bisa sampai begini?

Dan seringnya diri ini mengklaim bahwa memang diri ini menormalisasi apa yang semestinya dilarang oleh Allah.

Kembali mendekat, dalam perjalanan kembali mendekat pada Sang Rabbi, diri ini kembali tergoyah. Mungkin itu yang dinamakan ujian keimanan. Tapi Allah Maha Melihat bagaimana diri ini sadar, mengakui dan bertaubat.

Perjalanan kembali, aku sempat meragu, tiba-tiba dia menghubungiku melalui akun media sosialku. Sebenarnya aku sudah tidak ingin memiliki rasa seperti ini lagi. tapi entah kenapa, seorang wanita ini punya rasa baper atau bawa perasaan, ya begitulah. Sebenarnya diri ini tau apa yang diperbuatnya, kembali membuka adalah peluang untuk semakin mendekat. Dan tentu menjadi faktor tidak merasakan kenikmatan Ibadah yang haqiqi

Seringnya menyalahkan ternyata membuat diri ini selalu dalam kesalahan. Padahal sebenarnya tugas diri ini adalah tidak menhukumumi diri, tetapi memberikan ruang diri ini untuk self-talk. Berbicara pada diri sendiri, apa yang dimau, apa yang akan dilakukan jika membuka pintu itu lagi, apakah akan mendapatkan sebuah kenikmatan haqiqi?

Seringnya diri ini jarang mengobrol dengan diri sendiri dan memberi apresiasi.

Sejak saat itu, aku kembali pada Sang Rabb, karena bagiku saat ini, aku ingin hubungan pada Sang Rabb dekat kembali, bahkan aku merasakan ketenangan dan kenyamanan di setiap beribadah dan melakukan segala aktivitas.

Sejak saat itu pula, aku tidak mau menitipkan rasa ini pada sang manusia yang jika ku tau kita sama-sama manusia yang lemah.

Sejak saat itu pula aku meragu perasaan ini padanya.

Dan mulai saat itu aku tidak meragukan perasaan ini untuk Kembali pada-Nya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertumbuh

Tempat berharap itu akan selalu ada

Buku pinjaman