Throwback 2010 When Erupsi Merapi







    Langit gelap menyapa, menandakan malam sudah tiba. Kala itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Masih ingat sekali dengan waktu tidur yang sudah ter manage dengan bagus. Aku hanya mengingat ketika malam habis maghrib baca belajar hingga habis isya. Habis isya nonton TV dan jam 9 harus tidur. Semua orang di rumah seperti itu, baik ibu maupun kakakku. Tapi, bapak berbeda, karena jam bapak yang harus mengisi ceramah malam bapak pulang pukul setengah sepuluh dengan membawa kunci rumah agar tidak membangun kan kami yang sudah tertidur. 
Aku kaget kala itu! Bapak membangunkan ibu, kakak dan juga aku tentunya. Kata bapak, bapak mendapati abu di motornya setelah pulang dari kajian. Dan bapak mendengar suara gemuruh dari gunung merapi di malam hari. Kata bapak suara gemuruh itu sangat terdengar jelas pada daerah kami yang terbilang cukup jauh dari daerah gunung merapi. Tapi bapak ingat sekali dengan kakek dan juga nenek yang masih di rumah. Dengan bingungnya om menelepon bapak dengan histeris. Di daerah jalan kaliurang hujan abu lebat! Orang-orang daerah gunung merapi segera mengungsi. Kakek dan nenek hanya menunggu kedatangan bapak yang akan menjemput. Karena jika dibawa ke pengungsian kasihan kakek dan nenek. Akhirnya bapak bersama saudaraku menuju rumah kakek. Di rumah kakek memang sudah sepi! Bahkan hujan abu sangat deras hingga menutupi kaca  mobil. Untung saja saudaraku menyediakan aqua botol di dalam mobil, dengan begitu ketika abu itu menutupi jalan saudaraku langsung membersihkannya dengan air. Meski sama saja tapi lebih baik dari sebelumnya. Jalan menyusuri rumah. Kakek dan nenek tiba di rumah pukul 03.30. Oh iya sebelum kakek dan nenek sampai rumah kami satu rumah menyiapkan tempat untuk kakek dan nenek. Rasanya senang, meski dalam keadaan mencekam. 

    Ku kira om dan Bulik juga akan mengungsi di tempatku. Namun ternyata tidak. Om dan tante lebih memilih tempat pengungsian di daerah merapi yang jaraknya terbilang jauh. Pukul 05.30 aku dengan kakakku mandi, ibu sedang masak dan bapak sedang mengobrol dengan kakek dan nenek. Alangkah terkejutnya, melihat om Bulik beserta anaknya datang. Dan ternyata mereka lebih memilih rumah kami untuk mengungsi! Tambah senang rasanya. Lembaga pendidikan daerahku tidaklah libur! Sangat disayangkan. Tapi ketika di kelas kami berdoa lalu pulang. Dalam perjalanan pulang pun hujan abu sampai daerah kami. Ketika aku sampai rumah, rumah semakin ramai. Dengan penduduk yang bertambah! Ternyata bude, pakde beserta anak mantu dan cucu ingin juga tidur mengungsi di rumahku. Semakin ramai! Tapi, aku semakin senang banyak teman! Sepertinya akan menjadi hal yang sangat menyenangkan batinku. 

    Rasa senang, dibalut ketegangan melanda kami. Kala malam hari menyapa kembali kami duduk di depan rumah, api dari gunung merapi terlihat begitu jelasnya. Rasanya hanya berdoa dalam hati untuk memenangkan keresahan yang ada. Api itu disertai dengan suara gemuruh kembali, yang membuat kami semakin sesak dan menangis akan kampung asal kami. Gemuruh gunung merapi terjadi beberapa malam dan hari. Disertai awan wedus gembel yang selalu menyertai. Tidak lupa siaran televisi memberitakan bahwa gunung merapi erupsi dalam beberapa hari. Dengan alat yang bernama seismograf dari siaran televisi kami mengetahui. Banyak warga yang menjadi korban. Ingin menyelamatkan diri tetapi malah nyawa yang menyapa. Tidak selamat. Rasanya sedih kala juru kunci yang pernah memerankan kukubima wafat dalam keadaan sujud rakaat terakhir sholat. MasyaAllah batinku kala melihat berita itu berkali kali. Setiap malam kami hanya bisa berdoa dan juga memantau informasi ke depan mengenai hari ketika erupsi merapi. 2010 menjadi pengalaman yang takkan terlupa mengenai gunung merapi, wedhus gembel dan gemurug tiap malam yang menghampiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertumbuh

Tempat berharap itu akan selalu ada

Buku pinjaman